Kamis, 06 November 2008

CURHAT DARI SEORANG BIKERS BIASA



Bro Maday, penasehat HMPC Chpater Depok, kirim email ke saya (Rahmat), tentang curhat seorang bikers biasa yang dikirimkan ke milis HTML. MANTAB BRO!!! Semoga curahan hati ini dapat jadi perhatian ketika kita turing bersama HMPC. Setelah diperhatikan, adalah sangat penting/wajib/kudu/harus kita sebagai warga HMPC mengaplikasikan baik itu ketika turing maupun ketika berkendara sendiri. KITA MUDAH MENGATAKAN "JANGAN AROGAN BRO!", TAPI LEBIH PENTING DAN SANGAT BERMARTABAT BILA KEAROGANAN DI JALAN BENAR-BENAR DILIBAS SAMPAI TAK BERBEKAS. Mudahan-mudahan kita menjadi klub yang santun. Amin! Berikut isi curhatnya:


Curhat dari Sang Bikers "Biasa"

--------------------------------------------------------------------------------
Turing memang mengasyikkan. Ramai ramai berkonvoi bersama rekan rekan
satu club/komunitas, memacu motor di lintasan panjang luar kota yang
memacu adrenalin membuat hujan dan panas jadi tak terasa. Ketika
berkonvoi, rasanya memang gagah sekali dan membuat kita lebih "berani"
terhadap kendaraan lain yang menghalangi laju konvoi.

Tapi, seringkali kita tak sadar bahwa pengguna jalan bukan hanya
konvoi motor kita, namun ada kendaraan lain termasuk bikers bikers
"biasa" yang kita lewati dan merasa tertekan dengan tingkah kita di
jalan. Berikut curahan hati dari sang bikers "biasa" yang dikirimkan
melalui e-mail ke redaksi. Semoga bisa menjadi introspeksi bagi kita
semua :

Salam. Dari Yogyakarta saya ingin sedikit berbagi cerita dengan rekans
riders semua.

Sebuah komunitas dapat memberikan sebuah lingkungan sosial yang baik
dan saling mendukung. Demikian juga dengan komunitas pengendara Tiger
disini. Saya tahu bagaimana persaudaraan terjalin dengan kuat dalam
sebuah komunitas, karena saya juga pernah bergabung dengan komunitas
yang kurang lebih sama.

Namun dalam prakteknya ada beberapa hal-hal yang kurang mengenakkan
muncul disitu. Karena kuatnya pengaruh dari komunitas sehingga anggota
komunitas atau oknum (saya yakin pasti oknum) yang bertindak arogan.

Peristiwa ini sebenarnya terjadi sudah hampir setahun yang lalu, dan
kekecewaan saya sudah mereda. Tapi ketika ada peristiwa yang kurang
lebih serupa, sehingga mendorong saya untuk berbagi kesan dan pesan
kepada rekans riders yang lain.

Sewaktu saya pulang dari Yogya ke Boyolali dengan menaiki motor Honda
Prima, di daerah Klaten saya mencoba mendahului sebuah mobil dengan
kecepatan maksimal yang bisa dicapai dengan Honda Prima tahun 90. Pada
saat posisi saya tepat di sebelah kanan mobil, pas ditengah-tengah,
dari belakang terdengan klakson (atau sirine, saya lupa).

Saya berusaha mempercepat motor, tetapi karena mobil tersebut tidak
lambat dan kecepatan maksimal motor saya juga tidak seberapa tentu
membutuhkan waktu beberapa saat. Sesaat setelah berhasil mendahului
mobil, saya masih di sisi kanan jalan untuk mengambil jarak aman dari
mobil baru kemudian masuk ke kiri. Tetapi nampaknya SIRINE yang
dibelakang saya tersebut tidak terima saya berada di jalurnya (karena
saya tidak lebih cepat dari belakang saya), akhirnya setelah di beri
suara sirine yang cukup banyak akhirnya saya masuk ke kiri (itu juga
bukan karena sirine, tetapi karena memang saya mesti ke kiri (karena
di kanan hanya untuk mendahului mobil).

Kemudian muncullah barisan mas-mas gagah mengendarai motor-motor gede
dengan aksesoris lengkap. Saya sebenarnya sudah cukup jengkel mendapat
hadiah bunyi sirine yang bertubi-tubi. Tetapi ternyata tidak hanya
itu, salah satu (atau beberapa rider...saya lupa), mereka menoleh ke
arah saya dalam waktu yang lama, seolah-olah marah (dari bahasa
tubuhnya mereka ada indikasi ga terima). Jika saat itu saya berhenti
dan buka helm, bisa saja mereka juga berhenti untuk berkelahi dengan
saya (mungkin). Nampak sekali kemarahan mereka seperti orang
terburu-buru yang dihalangi jalannya.

Saya sebenarnya sangat marah. Saya merasa tidak salah, karena
gimanapun juga tidakan saya benar dalam kondisi seperti itu. Jika
ketika saya mendahului mobil, mereka di belakang saya (saya tahu motor
saya tidak cepat), bersabarlah sedikit.

Terlepas dari hal tersebut, saya melihat adanya arogansi dari anggota
komunitas di jalan ketika mereka berkonvoi dengan komunitasnya. Terus
terang sebagai pengguna jalan saya terganggu. Hal tersebut ternyata
terulang lagi pada lain waktu oleh komunitas motor yang lain, tetapi
sama saja. Sikap arogannya masih terlihat di jalan. Kalau orang Jawa
bilang "Lha opo iki dalan'e mbahmu!"

Tolong sampaikan kekecewaan saya ini kepada riders komunitas Honda
Tiger Solo. Semoga mereka semakin hari semakin santun dan masyarakat
menjadi lebih simpatik.

Kepada rekan-rekan riders yang lain, berkendaralah dengan santun,
orang lebih suka melihat orang-orang yang konvoi dengan santun dan
tetap mentaati aturan lalu lintas. Saya yakin pemimpin sudah
mengingatkan angotanya, tapi kesadaran dari dalam dirilah yang menjadi
kuncinya.


Semoga bisa menjadi cermin buat kita semua

Didit Kurniawan
Rider Without Community
Yogyakarta

Tidak ada komentar: